Jumat, 03 Mei 2013

Tanggal 2 Mei Hari Pendidikan Nasional


Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya 
Ilustrasi upacara bendera Hardiknas di Lhokseumawe.@ATJEHPOSTcom/Zulfikar Husein BANGSA Indonesia kerap memperingati Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei setiap tahunnya. Namun tahukah Anda kenapa Indonesia memilih tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional? Merujuk catatan sejarah, tanggal 2 Mei merupakan hari kelahiran salah satu tokoh pendidikan Indonesia.
Namanya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang kemudian dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara. Dia lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dan meninggal di Yogyakarta pada 26 April 1959 pada umur 69 tahun.
Ki Hajar Dewantara merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Dia menciptakan semboyan Tut Wuri Handayani yang kemudian menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya turut diabadikan sebagai salah satu nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan Rp20.000 tahun emisi 1998. Ia turut dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959. Pengukuhan ini berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959.
Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya Ki Hajar Dewantara tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial. Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.
Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij, Soewardi turut terlibat di dalamnya. Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913, muncul reaksi kritis dari kalangan nasionalis termasuk Soewardi. Ia menuliskan "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga".Kolom KHD yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut. "Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".
Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi sendiri karena gaya bahasanya yang berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum ini. Kalaupun benar ia yang menulis, mereka menganggap DD berperan dalam memanas-manasi Soewardi untuk menulis dengan gaya demikian. Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Tindakan ini mendapat reaksi dari kedua rekannya, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Mereka memprotes kebijakan tersebut dan akhirnya turut diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.


Setelah Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara masuk dalam kabinet pertama Republik Indonesia. KHD diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada.


Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar