Pada masa Rasulullah,
kelompok terorisme khawarij bukanlah orang-orang yang tak beragama, tak
beriman, dan tak beribadah. Mereka amat giat dalam beribadah dan membaca
Alquran. Hanya saja, jauhnya mereka dari ulama membuatnya tak memahami
kandungan Kitabullah dengan benar, terutama tentang jihad memerangi orang
kafir.
Mereka tak membedakan
makna “Jihad” dengan “Irhab”. Padahal, keduanya memiliki makna berbeda. Dalam
bahasa Arab, jihad berasal dari kata jahada-yajhadu-juhdan-jihad yang secara
harfiah bermakna bersungguh-sungguh, berjuang, mengerahkan tenaga. Adapun Irhab
merupakan bentuk mashdar dari arhaba-yurhibu yang berarti menakuti orang lain.
Dalam terjemahan modern, irhab diterjemahkan sebagai terorisme.
Dzulqarnain bin Muhammad
Sanusi dalam Meraih Kemuliaan Melalui Jihad, Bukan Kenistaanmengatakan, Ibnu Hajar mendefinisikan jihad secara istilah atau
terminolagi sebagai “mencurahkan segala kemampuan dalam memerangi orang-orang
kafir”.
Dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah
Al-Kuwaitiyah, kata Dzulqarnain,
disebutkan kesimpulan para ahli fikih dari berbagai mazhab bahwa jihad secara
istilah adalah Muslim memerangi kafir yang tidak dalam perjanjian damai setelah
didakwahi dan diajak kepada Islam, guna meninggikan kalimat Allah.
Adapun secara syar’i,
jihad mempunyai cakupan umum, meliputi empat perkara, yakni jihadun nafs (jihad
dalam memperbaiki diri sendiri), jihadusy syaithon (jihad melawan setan),
jihadul kuffar wal munafiqin (jihad melawan orang-orang kafir dan kaum
munafkin), serta jihad arbabuzh zholmi wal bida’ wal munkarat (jihad menghadapi
orang-orang zalim, ahli bid’ah, dan pelaku kemungkaran).
Menurut Dzulqarnain, Al Irhab yang terlarang adalah apa yang dikerjakan oleh pelaku dengan cara mendatangi orang-orang yang dalam keadaan aman, tenteram, dan damai yang tidak mempunyai urusan dengan masalah kekuatan, peperangan dan kezaliman. Lalu, disergap secara tiba-tiba dengan pembunuhan, perusakan harta benda, menimbulkan berbagai macam ketakutan atau kekhawatiran, baik dari kalangan orang kafir atau dari kalangan kaum Muslimin.
Menurut Dzulqarnain, Al Irhab yang terlarang adalah apa yang dikerjakan oleh pelaku dengan cara mendatangi orang-orang yang dalam keadaan aman, tenteram, dan damai yang tidak mempunyai urusan dengan masalah kekuatan, peperangan dan kezaliman. Lalu, disergap secara tiba-tiba dengan pembunuhan, perusakan harta benda, menimbulkan berbagai macam ketakutan atau kekhawatiran, baik dari kalangan orang kafir atau dari kalangan kaum Muslimin.
Yusuf Qardhawi dalam
Fiqih Jihad menuturkan, irhab bermakna menyebarkan ketakutan di tengah manusia
dan menyebabkan mereka kehilangan rasa aman yang merupakan nikmat Allah
terbesar kepada makhluk-Nya. Hal tersebut seperti tercantum dalam surah Quraisy
ayat 3-4. Namun/ menurut Qardhawi, konsep irhab yang populer sekarang amat
berbeda.
Dari makna keduanya jelas
berbeda antara jihad dan irhab. Namun, para kelompok ekstremis teroris memaknai
irhab (teror) sebagai bagian dari jihad. Alhasil, mereka menganggap seluruh
kafir harus dihabisi. Padahal, dalam rincian fikih jihad, terdapat empat
pembagian kafir. Dari empat pembagian tersebut, hanya satu kafir yang boleh
diperangi, yakni orang kafir yang memerangi Muslimin. Jelas di sini bahwa
korban aksi pengeboman di Boston AS, WTC, Bali, Jakarta, dan di tempat lain di
penjuru dunia bukanlah orang-orang kafir yang memerangi Muslimin. Mereka
hanyalah warga sipil, bahkan tak sedikit Muslimin yang ikut menjadi korban.
Pembagian empat jenis
kafir itu, yakni kafir dzimmi. Kafir ini adalah kafir yang membayar jizyah tiap
tahun sebagai izin tinggal mereka di negeri Muslimin. Kafir dzimmi sangat
dilarang untuk dibunuh.
Lalu, kafir
mu’ahad, yaitu orang-orang kafir yang menjalin kesepakatan atau perjanjian
dengan umat Islam untuk tidak berperang. Selama kesepakatan dibuat, mereka pun
haram diperangi. Kafir musta’man, yakni kaum non-Muslim yang mendapat jaminan
keamanan dari Muslimin atau sebagian Muslimin. Jenis ini pun tak boleh
diperangi selama mereka berada di dalam jaminan keamanan.
Terakhir, kafir harby yang boleh diperangi karena merupakan orang-orang kafir yang memerangi Muslimin. Namun, dalam memerangi Harby pun terdapat banyak aturan Islam yang harus dipenuhi. Tidak kemudian serta-merta orang atau kelompok tertentu mendapat legitimasi untuk memerangi mereka.
Terakhir, kafir harby yang boleh diperangi karena merupakan orang-orang kafir yang memerangi Muslimin. Namun, dalam memerangi Harby pun terdapat banyak aturan Islam yang harus dipenuhi. Tidak kemudian serta-merta orang atau kelompok tertentu mendapat legitimasi untuk memerangi mereka.
Dari sini, telah terang
bagaimana Islam memandang terorisme. Aksi brutal teroris bukanlah bagian dari
Islam. Syariat Islam tak pernah mengajarkan kekerasan, justru sebaliknya Islam
merupakan agama penyeru kedamaian.
Dzulqarnain menuturkan,
syariat Islam benar-benar mengutuk dan sangat mencela perbuatan kerusakan di
muka bumi. Sehingga, dijelaskanlah dalam ajarannya berbagai jenis perbuatan
kerusakan yang berseberangan dengan nilai-nilai Islam yang mulia dan luhur. Di
antara bentuk kerusakan itu adalah menumpahkan darah yang terjaga dan
terlindungi dari kalangan Muslimin maupun kafir yang haram untuk dibunuh.
“Sungguh syariat Islam
telah mengumpulkan seluruh jenis kebaikan. Islam menjaga syariat dan tuntunan,
melindungi dan memelihara akal-akal manusia, menyucikan harta benda, memberi
keamanan kepada jiwa-jiwa manusia, dan menebarkan segala bentuk keselamatan,
ketenangan, rahmat dan kesejahteraan,” ujarnya.
Lebih jelas bagaimana
pandangan Islam terhadap terorisme, tercantum pada banyak fatwa ulama tentang
haramnya terorisme. Di tingkat internasional, lembaga fikih internasional Al
Majma Al Fiqh Al Islamy mengeluarkan fatwa larangan terorisme.
Fatwa tersebut
mengatakan, “Terorisme adalah suatu permusuhan yang ditekuni oleh
individu-individu, kemompok-kelompok, atau negara-negara dengan penuh
kesewenang-wenangan terhadap manusia, agama, darah, akal, harta dan
kehormatannya. Terorisme mencakup berbagai bentuk permunculan rasa takut,
gangguan, ancaman, dan pembunuhan tanpa haq serta apa yang berkaitan dengan
bentuk-bentuk permusuhan, membuat ketakutan di jalan-jalan, membajak di jalan,
dan segala perbuatan kekerasan dan ancaman.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar